Rabu, 24 November 2010

Tips Bongkar Mesin motor Honda tipe Bebek 4 tak

Tips Bongkar Mesin motor Honda tipe Bebek 4 tak

15 08 2007
 
i
 
9 Votes
Quantcast
Anda masih awam? Motor berisik nggak karuan pengen tahu apa yang rusak! Kepingin dibongkar sendiri? jangan sembarangan…! sebab klo asal coba-coba bisa berabe… ada yang bautnya pada ilang… ada yang olinya berceceran, lupa masang komponennya… de el.. el.. nih gw kasih tips analisa mesin dengan membongkarnya sendiri.. ;
1. siapin alat-alatnya
  • kunci-kunci standar seperlunya
  • kunci-kunci khusus seperti; tracker magnit & tracker kopling
  • bak ukuran kecil sebanyak 3pcs — > fungsinya buat tempat baut-baut yang terpisah antara mesin bagian tengah-kiri, bagian atas, dan bagian tengah-kanan
  • bak ukuran sedang sebanyak 4pcs — > fungsinya tempat komponen-komponen mesin yang terpisah yaitu komponen mesin kiri,atas,kanan dan tengah
  • bensin secukupnya buat nyuci komponen mesin
  • lap secukupnya buat ngelap tangan kalo kotor, dan komponen mesin bila perlu
  • balok kayu penyangga mesin kalo mesin udah diturunin
  • kompresor, buat ngeringin komponen yang udah di bersihin pake bensin
  • buku panduan (catalog mesin Honda) yang nanti bisa di download dari blog ini secara gratis… tapi tunggu yach… sabar!
2. proses pembongkaran mesin saya sarankan secara berurutan yaitu;
  • mesin bagian kiri
    • komponennya al; blok magnit, magnit, gear stater, rante stater
  • mesin bagian atas
    • komponennya al; rante keteng, head cylinder, rocker arm, cam shaft (noken as), klep, piston, blok silinder
  • mesin bagian kanan
    • komponennya al; blok kopling, kopling primer (otomatis) 1 set, kopling skunder (ganda) 1 set
  • mesin bagian tengah
    • komponennya al; gigi transmisi, kick stater, kruk as, stang seher
3. jangan lupa kumpulkan baut – baut dan komponen – komponen pada bak yang berbeda sesuai dengan kelompok bagian mesinnya agar pada saat pemasangan kembali tidak salah
4. setelah semua selesai di bongkar, maka lakukan pemeriksaan pada setiap komponen secara berurutan pula sekaligus bersihkan komponen yang diperiksa menggunakan bensin yang bersih, catat komponen yang rusak dan pisahkan pada bak yang berbeda
5. lakukan perbaikan atau penggantian part yang rusak
6. beberapa item part yang wajib di ganti kalo Anda bongkar mesin adalah ;
  • gasket kit A ( paking top set )
  • gasket kit B ( paking full set )
  • oil seal selah
  • oil seal operan / persnelling
  • oil seal gear
  • oli mesin 1 liter
7. pastika semua komponen mesin bersih, karena KEBERSIHAN ADALAH FAKTOR PENTING dalam proses bongkar mesin,
8. lakukan proses perakitan secara berurutan pula tetapi kebalikan dari proses pembongkaran yaitu dari tengah – kanan – atas – kiri
9. setelah semua mesin terpasang, jangan lupa isikan oli sebanyak 1 liter
10. lakukan pemeriksaan kebocoran oli pada seua bagian blok – blok mesin
11. nggak ada yang bocor! Beres dech…!
Klo begini ongkos bongkar pasang mesin GRATIS! Karena kita sendiri yang ngerjain, klo di kerjakan di bengkel Ahass / bengkel umum kisaran harganya ; Rp. 150.000,-
Tapi inget, harus optimis dahulu sebelum mencoba jagan ragu-ragu… kalo ragu-ragu datang dan relakan aja Rp. 150.000 ke bengkel Ahass… TAPI AMAN….! DAN BERGARANSI! — > 1 bulan.
Okey… itulah tips saya… yang ingin bertanya… atau berkomentar silahkan ditunggu…!

Yang Terhebat Honda Supra VS Suzuki Shogun


Yang Terhebat Honda Supra VS Suzuki Shogun

Selasa, 19 Agustus 2008 | 18:07 WIB
MOTOR PLUS
Honda Supra (depan) hebat di ntenaga awal
Honda Supra X125 dan Suzuki New Shogun 125 head on di pasar bebek 125. Keduanya ditopang teknologi canggih, yakni PGM-FI (Honda) dan Hyper Injection FI (Suzuki). Kebetulan Anda tertarik dengan bebek-bebek itu, barangkali hasil tes yang komplit ini bisa memberi pilihan.
 Mau mulai dari mana? Mari kita start dari performa. Di soal tenaga,  Shogun punya tenaga maksimum 10,19 dk yang dicapai pada 8.500 rpm. Sementara Supra hanya 9,67 dk pada 7.500 rpm, namun bisa melejit lebih dulu lantaran didukung torsinya yang 0,99 kgf.m diraih pada 5.000 rpm. Suzuki Shogun kalah cepat lantaran torsinya lebih besar 1,02 kgm.f didapat pada 5.500 rpm.
Sekarang kita rasakan handlingnya. Ini sedikit sulit karena keduanya mempunyai karakter yang hampir sama disebabkan jarak sumbu rodanya beda 24 mm. Bila Supra punya rentang 1.242 mm, Shogun 1.220 mm.
Untuk manuver di tikungan, keduanya  terasa sama-sama mantap. Begitu juga meliuk-liuk di kepadatan lalulintas sangat lincah dan melewati jalan bergelombang, laju motor tetap mantap. Kenikmatan ini dibantu pemakaian suspensi berdaya redam baik.
Bagaimana dengan sistem penghenti laju? Baik Supra maupun Shogun dilengkapi sistem disc brake pada roda belakang. Hanya, buat pengendara Supra, ketika dilakukan pengereman keras, jaga badan untuk tidak terdorong ke depan. Penyebabnya, kulit jok yang licin.
Soal  jok mungkin belum jadi perhitungan sekali. Mari kita beralih ke fitur paling menonjol, karena dari sisi desain, keduanya menganut aliran yang sama, berkesan futuristik dan sporty abis. Kesamaan lain, pada sistem kinerja injeksi bertuliskan FI di spidometer dan dilengkapi key shutter lock sehingga motor aman dari tangan jahil. Bahkan mesin Shogun tak akan hidup saat di starter maupun diengkol tanpa dibarengi menarik tuas rem.
Lantas dari konsumsi bahan bakar, siapa paling irit? Maaf, barangkali dengan dijelaskan keunggulan sistem injeksi pada Shogun dan Supra, Anda bisa mereka-reka sendiri. Seperti sudah dijelaskan, keduanya diperkuat sistem injeksi, mungkin Anda penasaran kepanjangan dari PGM pada Honda, yakni Programmed Fuel Injection.
Jadi, cara kerja injeksi pada Supra menganut indirect injection, artinya diatur oleh Engine Control Module (ECM), sehingga menghasilkan pengkabutan bahan bakar (di luar ruang bakar) dan pembakaran sempurna.
Shogun pun begitu, hanya pompa injector dan regulator tidak terpasang di dalam tangki (seperti Supra), tapi terpasang  bersama nosel injector yang tersusun jadi satu dengan throttle body dan mengarah ke lubang intake. Konon, sistem ini lebih baik karena aliran bahan bakar yang diinjeksi tidak banyak tekanan, dibanding harus melewati slang sebelum ke injector. Sehingga mesin motor sulit hidup akibat slang terjepit atau banyak kerak kotoran lebih mudah diatasi.
Selain itu, pada Shogun Hyper Injection didukung Throttle Position System (TPS) dan Intake Air Presure Sensor (IAPS) yang berhubungan langsung dengan ECM. Sekalipun begitu, baik Shogun maupun Supra masih msama-sama doyon bensin tanpa timbel alias premium TT. (KR15, Eka)

DATA AKSELERASI (DETIK)Akselerasi           Supra PGM-FI      Shogun FI
0 – 60 km/jam          5,88                    7,06
0 – 80 km/jam          12,63                 14,07
0 – 100 meter           8,01                   8,65
0 – 201 meter           12,72                 13,01
Top-speed Supra FGM-FI  : 115 km/jam
Top-speed Shogun FI          : 110 km/jam

Sumber :
Dibaca : 131995

Setting CO Motor Injeksi

Motor Injeksi

Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berwarna, gak berbau dan berasa. Muncul dari pembakaran ngak sempurna di mesin pembakaran dalam, akibat kekurangan oksigen atau kelebihan bensin dari kesalahan seting alat penyuplai gas bakar sistem manual.
Lantas agar kadar CO minim, penyuplai sistem injeksi yang sarat sensor pun diterapken. Seperti di Yamaha V-Ixion, Honda Supra X 125 PGM-FI (Honda Susi = Supra Injeksi) atau Suzuki Shogun 125 FI. Lalu yang jadi pertanyaan, apakah CO di injeksi masih perlu diseting. Mengingat adanya faktor keausan material dan perbedaan suhu sekitar. Jelasnya, baca terusss!

Tinggal pencet tombol up atau down untuk atur CO
Tinggal pencet tombol up atau down untuk atur CO

YAMAHA V-IXION

Seting di Bengkel Resmi
Meski ditegaskan pabrikan tak perlu lagi seting CO, namun para penyemplak V-ixion banyak yang penasaran. Pengin coba seting di bengkel resmi. Apalagi Yamaha sudah membekali tiap bengkel dengan alat pendiagnosa bernama FI Diagnostic Tool.
Secara teknis, bila alat ini dicolok ke salah satu kabel di ECU (Electronic Contol Unit), maka FI Diagnostic Tool akan memberi info lengkap. Tentang kondisi injeksi maupun komponen penunjang kerja injeksi. Termasuk info CO yang banyak jadi pegangan bikers.
“Pabrikan pasti menyetel CO itu dalam batas aman untuk regulasi emisi. Karena itu setel di angka 0,” kata Riswandi, Manager Education-Service, PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI). Lebih lanjut beliau menjelaskan, bahwa untuk wilayah Indonesia pada umumnya cukup di angka itu.
“Tapi memang kadang ada konsumen minta tambah atau dikurangi. Tindakan itu tentu ada konsekuensinya,” lanjut Riswandi. Alat ini sendiri bertugas melakukan adjuster atau penyetingan dengan range (jarak) antara -30 sampai +30. Maksudnya bila angka dinaikkan atau (+) bertambah, artinya campuran gas bakar akan kaya bensin.
“Efeknya tenaga memang bertambah,” terang pria ramah ini lebih lanjut. Riswandi juga menjelaskan, bahwa jika penambahan ini dilakukan, berarti angka CO meningkat atau emisinya juga berlebih. Penambahan ini mungkin dapat dilakukan di daerah yang relatif dingin.
Oh ya, setiap penambahan satu angka maka yang terjadi adalah penambahan suplai bensin sebesar 0,05 cc lebih banyak dibanding sebelumnya. Sedangkan kalau angkanya dibuat minus atau di bawah 0, maka itu artinya miskin bahan bakar.
“Efeknya mungkin tarikan agak enteng tapi tidak bertenaga. Selain itu mesin juga akan lebih cepat panas,” lanjut pria yang bisa ditemui di DDS Jakarta, Jl. Letjen Suprapto, No. 402, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Alat diagnosa ini sendiri punya tiga kabel. Kabel hijau disambungkan ke self diagnostic yang posisinya di bawah jok, warna merah ke (+) aki dan hitam ke (-). Untuk seting CO, kunci kontak harus dalam kondisi ON atau nyala.

HONDA SUPRA X 125 PGM-FI

Disarankan Setingan Pabrik
Untuk Supra X 125 PGM-FI, prinsip kerja seting CO juga sama dengan Yamaha. “Kalau digeser plus jadi kaya bensin, namun polutan CO jadi tinggi,” kata Bejo, kepala mekanik Jakarta Honda Center. Tapi doi tetap menyarankan konsumen agar tetap mematuhi setingan CO sesuai pabrikan. Karena kondisinya sudah siap dengan berbagai kondisi alam Indonesia. “Lagian kan motor seperti itu nggak buat balapan,” kata Bejo.

 Semua sensor memberi sinyal ke ECM. Lalu regulator dan injektor 
mengatur debit bensin ke ruang bakar
Semua sensor memberi sinyal ke ECM. Lalu regulator dan injektor mengatur debit bensin ke ruang bakar


SUZUKI SHOGUN 125 FI
Percaya Sensor Injeksi
Berbeda dengan produk lainnya, Suzuki lebih mempercayakan setingan yang sudah dipatentkan pabrikan. Maksudnya mekanik tak perlu repot harus melakukan pekerjaan ini, sementara konsumen tidak perlu khawatir kadar CO di motornya meningkat.
Tentu dari keterangan ini Suzuki bukan bermaksud mengatakan tak punya alat diagnosa. Tapi setingan yang sekarang, kadar CO motor ini sudah standar EURO II. Lagi pula injeksi kan lebih pintar, mudah perawatan dan didukung beberapa sensor.


“Nah, tugas sensor ini yang nanti memberi sinyal ke ECM, untuk selanjutnya memerintah regulator dan injector mengatur debit bensin ke ruang bakar. Makanya konsumen nggak usah khawatir. Kecuali jika ada kebocoron udara palsu di seputar throttle body,” ujar Josef Anthony, kepala instruktur training roda dua, PT Indomobil Suzuki International. Jadi begitu tugas sensor.
Penulis: Nurfil/KR15
Sumber: Otomotifnet.com

Motor Bebek Honda 125 CC injeksi bisa Uiiriit banget kalo diModif Streamline !!

Motor Bebek Honda 125 CC injeksi bisa Uiiriit banget kalo diModif Streamline !! Januari 24, 2010

Posted by Taufik in custom bike.
trackback
Weleh judulnya provokatip banget ya? Di Indonesia, Motor bebek Honda 125 cc Injeksi adalah Supra X 125 PGMFi, Tapi saya nggak mau sebut itu karena Modifikasi yang dijelaskan dalam artikel ini bukan berasal dari motor ini, melainkan Honda Innova a.k.a. ANF125i . . .Tapi mungkin sama saja Wallahu alam deh Cobe deh baca di Blognya Kilau Biru. ..  ok kembali ke topik, Allert Jacobs Seorang Belanda membeli Motor ANF 125i tahun 2007 di Belgia dan mengendarainya sebelum dimodifikasi sejauh 1.000 km. Kondisi Stock Motor yang dibeli Allert Jacobs dapat di geber dan mencapai nilai efesiensinya antara 46-52 km per liter. Cita citanya ingim membuat motor ini bisa menyentuh angka psikologis efesiensi 100 km per liter !! bisa nggak ya??
Motor ini mengalami dua kali modifikasi. Modifikasi pertama dilakukan tahun 2007 juga dengan mengubah posisi duduk menjadi semi selonjoran dan menambahkan semacam half Fairing di bagian depan motor, seperti dapat bro lihat pada gambar disamping dan dibawah. Dengan fairing semacam ini hanya diperoleh kenaikan efesiensi konsumsi bahan bakar sampai maksimal 63,6 kilometer per liter saja. Hasil ini tentu tidak mebuat Jacobs berpuas diri. Ia pun mengevaluasi desainnya dan mendapat hipotesis bahwa motor yang ia rancang kurang aerodinamis, maka sepanjang tahun 2008 ia sibuk mendesain streamline Fairing untuk bebek 125 cc ini.
:roll: begini posisi duduknya di versi awal
:roll: bobok Crank case buat bikin kopling manual
:roll: desain posisi duduk pada versi ke dua
Tidak hanya mendesain fairing streamline dari fiber glass , ia pun mendesain beberapa ubahan pada motor nya. Bagian transmisilah yang menjadi sasaran utamanya. menurutnya Untuk mencapai efesiensi, motor ini harus diubah agar lebih ‘jinak’ . Oleh karena itu ia mengubah komposisi sproket dari 14/35 menjadi  17/28. Komposisi ini membuat gear satu dan dua menjadi sama panjang sehingga menurut Jacobs sangat menunjang efesiensi. Jacobs pun membuat motor ini menjadi berkopling manual, ia bela belain membobok crank case untuk peranti kopling manual :mrgreen: , harusnya dia pesen aja ya ke Indonesia xixixixi.
:roll: ini motor bahannya, spatbor belakangnya cakeb euuy
Singkat kata singkat cerita di tahun 2009, motor streamline berbeasis Honda bebek 125 cc Injeksi pun selesai. Bobot total motor kustom ini menjadi 319lbs , sekitar 88 lbs lebih berat dibanding motor standar. Jacobs memang sengaja tidak membuat lapisan fiber nya tipis karena ia berfikir sedikit bobot akan membantunya untuk lebih stabil bila berhadapan dengan dengan side wind (angin dari samping). Hasil maksimal yang ia capai saat riding  dengan kecepatan 55mph  adalah 90,9 Km per Liter . Ini didapat dengan Kondisi lingkungan kecepatan Angin 25mph dan temperatur  54 F.  masih jauh siy, tapi lumayan lah. Tapi ya itu dia efesiensi harus dibayar dengan performa yang seadanya 55 mph :) . semoga berguna
Taufik of BuitenZorg
Sumber : Recumbent motorbike

Hasil Komparasi Bebek Injeksi Motor Plus vs OTOMOTIF

Beranda > Motor > Hasil Komparasi Bebek Injeksi Motor Plus vs OTOMOTIF

Hasil Komparasi Bebek Injeksi Motor Plus vs OTOMOTIF


Tulisan ini dibuat bukan untuk menjelek-jelekan salah satu media, apalagi mengembangkan pandangan yang sudah bertebaran di mana-mana soal salah satu majalah yang akan saya bahas kali ini. Monggo sebelum membaca postingan saya yang kali ini kita membuka mata dan batin agar lebih segar dalam menerima segala informasi.
Menarik untuk disimak bila kita melihat lebih jauh soal Komparasi Bebek Injeksi, Supra X125 PGM-Fi vs Shogun Fi. Dilihat memang keduanya dibahas oleh dua majalah yang lumayan terkenal dikalangan motoris, Otomotif dan Motor Plus. Tapi yang membedakan adalah hasl komparasi mengenai performa keduanya. Seakan membuat dua kubu, yang satu mengatakan bahwa Shogun Fi unggul yang lainnya mengatakan sebaliknya.
Dimulai dari kubu Otomoif yang mengatakan bahwa Shogun Fi unggul di soal performa. Tes dilakukan di sebuah jalan datar dengan alat bantu Racelogic. Hasil yang didapat adalah:
Speed             =  Supra     = Shogun
0-60 km/jam = 6,7 dtk   =  6,0 dtk
0-80 km/jam = 11,8 dtk = 10,7 dtk
Akselerasi
Jarak
0-100 m   = 8,3 dtk    = 8,3 dtk
0-201 m   = 13,1 dtk  = 13,0 dtk
Beda performa yang tercatat sebenarnya tidak begitu jauh pada tes kecepatan dan beda tipis di tes akselerasi. Sebagai catatan, Otomotif menambahkan bahwa kedua motor ini sama-sama tangguh di putaran atas.
Sedangkan kubu Motor Plus lain lagi hasilnya. Kali ini Supra injeksi unggul dengan beda waktu tempuh yang lumayan signifikan di beberapa tes. Menurut M+ hal ini diseabkan oleh spek Supra injeksi yang bisa mengail tenaga puncak di putaran mesin yang lebih rendah, juga soal torsi yang senada.Hasil tes yang didapat adalah sebagai berikut:
Speed             =  Supra       = Shogun
0-60 km/jam = 5,88 dtk   =  7,06 dtk
0-80 km/jam = 12,63 dtk = 14,07dtk
Akselerasi
Jarak
0-100 m   = 8,01 dtk    = 8,65 dtk
0-201 m   = 12,72 dtk  = 13,01 dtk
Top Speed
Supra X125 PGM-Fi=115 km/jam
Shogun 125 Fi        =110 km/jam
Terlihat bukan, Supra injeksi unggul telak di semua tes, berbeda dengan hasil tes Otomotif. Sayang sekali saya tidak mengetahui apa alat yang digunakan oleh Motor Plus tapi kita di sini bisa mengandaikan sedikit bahwa hasil ini valid dengan catatan alat bantu yang digunakan, tempat tes, dan joki yang digunakan sama.
Mengapa bisa berbeda? Ada campur tangan pabrikan? Bisa jadi, tapi mari kita melihat lebih jauh bahwa hasil seperti ini memang bisa saja terjadi mengingat banyak juga faktor-faktor yang memengaruhi hasil tes.
Perlu diingat bahwa yang namanya lain media yang melakukan test ride pasti ada perbedaan pada tester yang  menjajal motor. Juga soal lintasan yang digunakan, lintasan yang menanjak berarti bicara soal torsi, yang bertorsi lebih besar akan lebih unggul dahulu. Soal alat penghitung waktu juga harus dilihat secara lebih lanjut. Sudah pakai Vericom atau masih pakai stopwatch?
Bagaimana sikap kita? Monggo, pasti ada pro dan kontra, saya sih netral-netral saja. Memang, keadaan soal faktor-faktor yang memengaruhi pasti berbeda. Jadi sikap kritis kita sebagai pembaca adalah menerima segala fakta statistik dengan bijak, tidak mudah percaya.
Jadi solusi paling jelas adalah silahkan test ride sendiri, lebih puas dan pasti anda lebih percaya.
nb:Torsi Supra dan Shogun berturut-turut =0,99kgf.m@5000rpm dan 1,02kgf.m@5500rpm
Power Supra dan Shogun berturut-turut=9,18ps@7500rpm dan 10,33ps@8500rpm
gambar diambil dari Otomotifnet
hasil test ride Otomotif diambil dari Otomotifnet
hasil test ride Motor Plus diambil dari Motor Plus edisi No.495/IX

Yamaha dan Honda Genjot Motor Injeksi? 30 Juli 2010

Yamaha dan Honda Genjot Motor Injeksi?

30 Juli 2010
oleh Edo Rusyanto
Yamaha Vixion sedang diservis. (foto:edo)
PELUNCURAN bebek metik (betik) Revo Techno AT, baru-baru ini, digadang-gadang sebagai indikasi keseriusan PT Astra Honda Motor (AHM) menggerojok pasar dengan sepeda motor berteknologi ramah lingkungan. Revo Techno yang berteknologi injeksi (fuel injection), melengkapi Supra X 125 PGM FI yang dibesut AHM pada 2005.
“Peluncuran Honda Revo AT mencerminkan keseriusan AHM dalam menghadirkan teknologi terkini dalam sepeda motor yang dijualnya di Tanah Air,” kata Wakil Presiden Direktur PT AHM Johannes Loman, di Jakarta, saat peluncuran betik pertama di Indonesia itu, Selasa (20/7/2010).
Sementara itu, sang kompetitor, Yamaha, juga terlihat serius. Eksekutif Yamaha Motor Corporation (YMC) Kaoru Ogura menyatakan bahwa Yamaha bakal terus meningkatkan sepeda motor berteknologi injeksi (fuel injection). ”Kami menambah persentase model fuel injection dari 3% pada 2009 menjadi 50% pada 2012 dan menjadi 80% pada 2015,” tutur Ogura, di sela keterangan pers Yamaha Asean Cup U-13 Football 2010, di Jakarta, Kamis (29/7/2010).
Tak aneh, jika kemudian terkait hal itu, YMC dikabarkan menyiapkan dana sekitar Rp 19,5 triliun dan Rp 3,36 triliun untuk pengembangan mesin ramah lingkungan sepanjang tahun fiskal 2010-2012.
Di Indonesia, penjualan sepeda motor berteknologi injeksi tiga tahun terakhir lumayan menggeliat. Dari empat produk yang ditawarkan anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi), pada sepanjang Januari-Juni 2009, naik 19,50% dibandingkan periode sama 2009. Sepanjang enam bulan pertama 2010, total yang terjual sebanyak 169.109 unit, sedangkan periode sama 2009 sebanyak 141.513 unit.
foto: istimewa
Di segmen sepeda motor injeksi, pada semester pertama 2010, jagoannya masih Yamaha Vixion yakni 106.465 unit atau setara 62,96% dari total motor injeksi. Di belakangnya adalah Shogun 125 Hyper Injection FI sebanyak 39.748 unit (23,50%), lalu Supra X 125 PGM FI sebanyak 22.660 unit (13,40%), dan Kawasaki KLX 250 sebanyak 236 unit (0,14%).
Masih Minim
Peminat sepeda motor injeksi masih minim jika dibandingkan tipe karburator. Apakah kesadaran konsumen masih minim tentang produk yang ramah lingkungan? Mengingat teknologi injeksi digembar-gemborkan mampu lebih hemat BBM hingga 6% dibandingkan tipe karburator.
Pada sistem injeksi, volume penyemprotan BBM lebih akurat karena dikontrol eletronic control unit (ECU) sehingga konsumsi BBM lebih terukur. Tapi, kenapa penjualannya hanya 4,69% dari total volume?
”Lebih karena pertimbangan harga,” tutur Sigit Kumala, general manager Marketing PT AHM.
Boleh jadi. Mengingat teknologi sepeda motor ini lebih mahal, sehingga harga jual pun menjadi lebih mahal ketimbang tipe karburator. Sebagai contoh, Honda Supra X 125 PGM FI dibanderol Rp 16,54 juta, sedangkan produk karburator Rp 15,46 juta.
Namun, teori tersebut agak sedikit terbantahkan bagi Yamaha Vixion yang terus melenggang sejak diluncurkan pada 2007. walau kini dibanderol Rp 20,95 juta, penjualan Vixion bertumbuh 21,91% menjadi sebanyak 106.465 unit pada Januari-Juni 2010, dibandingkan periode sama 2009 sebanyak 87.324 unit. Bahkan, Vixion menguasai 43,58% pasar sepeda motor domestik. Sedangkan jika dibandingkan total penjualan semester pertama yang mencapai sekitar 3,6 juta unit, Vixion menguasai 2,95% pasar nasional. (lihat tabel)
Perkembangan sepeda motor sistem injeksi di Indonesia mencuat pada 2005 ketika PT Astra Honda Motor (AHM) meluncurkan Honda Supra X125 PGM-FI. konsumsi bahan bakar minyak (BBM) motor itu disebut-sebut 6% lebih hemat dibanding model Supra X125 karburator.
Setelah AHM, giliran PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) motor sport Vixion 150 cc pada 2007. Suzuki tak mau ketinggalan dengan Shogun 125 Hyper Injection pada 2008. pada tahun yang sama, Kawasaki meluncurkan KLX 250, dan terakhir TVS masuk dengan Apache RTR 160 cc pada 2009. kelima agen tunggal pemegang merek (ATPM) tersebut adalah anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi). Di luar anggota Aisi, sepeda motor injeksi lainnya adalah Bajaj Pulsar 220 DTS-Fi. (edo rusyanto)
 
i
 
Rate This
Quantcast

Kamis, 18 November 2010

Komparasi Ninja 250 vs Megelli 250 versi MCN



Komparasi Ninja 250 vs Megelli 250 versi MCN

http://www.motorcycle.com/shoot-outs...50r-89918.html

2010 Bennche Megelli 250R vs. Kawasaki Ninja 250R

Newcomer nips at the heels of an established monopoly

By Jeff Cobb, Sep. 02, 2010, Photography by Fonzie, Video by Fonzie




For two bikes ostensibly in the same class, Kawasaki’s Ninja 250R and Bennche’s Megelli 250R are as different as can be. One’s been around as the only offering in its class since before some of its aspiring buyers were even born, and the other is an upstart that was practically born yesterday.
One makes a strong case for its racer-boy potential and over-the-top aesthetic appeal, and the other makes the case as an all-rounder that happens to be a capable sportbike too.
In case you’re new to this, the made-in Japan Ninja is the one that’s well known, versatile and long had a lock-hold on the 250 sportbike class in America. The made-in-China Megelli is new for this year, and assumes an even more aggressive posture than its more aggressively-named rival.


Look out Team Green. Here comes some competition.

Or are they rivals at all? The Megelli’s Texas-based importer says he’s not trying to go head-to-head with Japan, Inc.
We understand, but given that the two 250Rs’ are otherwise remarkably similar, and the Bennche is priced only $600 less, we see a valid match-up.
Cap-gun fight at the O.K. Corral

Dramatic styling cues were conglomerated from a number of bikes into this aspiring newcomer.


Claiming design creds from the U.K., Italian-inspired looks and a seemingly Italianesque name as well, the Megelli has some audacity walking onto the Ninja’s turf.
But on its turf, it is. Its single-cylinder engine is carbureted and liquid-cooled, as is the Ninja’s parallel-Twin engine. It has a full fairing like the Ninja does, similar design dimensions, and targets the same potential buyers.
Not only is the Megelli’s price competitive, if its claimed weight of 248 lbs dry and 286 lbs wet are accurate even to within 5% – and it feels like it is – it is a shredded back-alley scrapper compared to the claimed 333-lb dry (374 lbs wet) Ninja.
Having had little else but its own shadow to spar with for years, the Ninja has enjoyed year after year of top-seller status, and has gotten away with this despite weighing an estimated 25% more than the more reasonably-weighing Megelli.
Could this be a good fight after all?

The horn button depresses against the tank and honks. The choke lever kept sliding back and wouldn’t stay on. Headlight switch is notchy. Inexpensive fasteners and critical electrical connectors (to headlight, for example) are used.


We’ve written single-bike reviews on the Megelli 250R and the Ninja 250R, respectively, so we may overlook a detail or two, as we cut right to the comparo.
Build quality
Kawasaki didn’t mess with its formula for success from 1988 until comprehensively updating the Ninja 250R in 2008, and the 2010 model is unchanged. Its engine is built for reliability, its chassis, suspension and brakes are good quality, and its electrical system, plastic bodywork and other components are acceptably robust.
The U.K. design company and Chinese factory that created the Megelli say its engine, and hardware are good, but the bike lacks a track record. It certainly looks tidy, but we observed inexpensive features including a tiny tachometer with a needle indicator that bounced around like that of a Geiger counter and never steadily displayed rpm, and plastic bodywork that was brittle and easily cracked.
“The Megelli vibrates and rattles, and the more time spent aboard the machine reveals an inexhaustible amount of quirks,” observed MO tester, Tom Roderick.
Whoever was in charge of Megelli’s R&D also passed another issue we immediately learned about the hard way – the right upper fairing delivers a painful pinch to the index and/or middle finger and knuckles while maneuvering at full steering lock, and a rider’s left thumb may be pinched against the fuel tank on opposite lock.


Both bikes have striking purposeful lines.

Styling
In the looks department, most agree the Megelli takes no prisoners in trying to resemble a pint-sized repli-racer. Likewise, the Ninja – with styling cues borrowed from the ZX-6R and ZX-10R, and no “250” label to be found on its bodywork – also looks reasonably tough. Kawasaki could have made it look tougher if it had wanted to, but reserves the sharpest looks for the sharpest swords in its arsenal. As for Bennche, this is the meanest street weapon in its limited production line.


The Ninja is a solidly engineered bike. (2008 model shown).

Power
Here’s where things get more interesting in the Bennche’s favor. Observing the dyno charts reveals the characteristic bottom-end advantage of the Megelli’s thumper. At 4,000 rpm, brand B is already delivering 10.4 hp, and 13.7 ft-lbs torque. In contrast, brand K lugs along at a lowly 7.3 hp, and 9.6 ft-lbs.

Guest MO tester Tom Roderick takes advantage of the low-end power to keep Cobb on his toes.


That’s 30% more oomph for the much lighter Bennche. Comparing peak horsepower figures and over-estimating its curb (wet) weight at 291 lbs, the Megelli’s unladen horsepower-to-weight ratio would be 14:2:1, or 14.2 pounds for every one horsepower to push. This compares favorably to the Ninja’s 14.7 pounds pound for every one horsepower. The scales do tip in the Ninja’s favor with a 175-lb rider on board, however, at 21.6:1 vs 22.7:1 – a slight difference that increases as rider weight increases.
It should be further noted that our Megelli 250R was rush-shipped to us in a terrible state of tune. The Ninja 250R also suffers from less than optimal tuning, as its EPA-satisfying lean carburetion can’t fulfill the engine’s maximum potential.
Despite our Megelli’s carburetion issues, it retained an edge over the Ninja until 8,500 rpm when its output flattens out on the way to its rev limiter 1,000 revs later. It generates its 20.5 horsepower peak at 8,250 rpm.
However, sprint and top speed honors go to the high-revving Ninja. Horsepower numbers are about equal at 8,300 revs, but from there the Kawi is just beginning to hit its stride and takes advantage of its higher-revving powerplant. Spool up all of its 25-plus ponies, and it consistently runs away.


The single-cylinder Megelli’s superior low-end grunt is handy when cruising around town, but the Ninja trounces it whenever its twin-cylinder is allowed to scream.

Acceleration out of corners is another story. Here, we found the sprint king’s track shoes suddenly on the other foot, and to the Megelli’s advantage. Combined with significantly less mass to get moving, its superior midrange power can give it better drive out of tight corners unless the Ninja stays in its power zone.
The historical secret of human Ninja assassins may have been stealth, but in order to win speed contests, the way of the 2010 Kawasaki Ninja 250R must be to scream its head off.
This it does, because it can. The Megelli may bellow louder, but the Ninja’s 13,000 rpm redline is a mechanical never-never land that the mystery mono-cylinder from China can’t dream of, and its rev-limiter stops it at 9,500 rpm.


The Megelli’s single 250cc cylinder produces more torque than the revvy Ninja, forcing the Kawi pilot to keep revs high for maximum thrust.

On the road

This welded alloy swingarm is an innovative touch.


Both ride on basic suspension; non-adjustable in front, preload adjustable in rear. The Bennche’s is a bit crude and more jouncy. Not only does it lack external rebound adjustment, the fork seems to lack any rebound damping at all, feeling like an un-damped spring in operation, and the rear is set firm and is not very compliant. The importer says this bike’s suspenders were originally too soft when set up for lightweight Asian riders, so he spec’d the U.S. version with springs meant to handle riders upwards of 220 lbs or more.

For these reasons, the Kawasaki does a better job damping irregularities in low- or high-speed corners. While not so tunable either, its suspension delivers an acceptable engineered compromise to make it controllable in a wider variety of conditions. Overall, it manages its comparative bulk well, and steers quickly – but the Bennche steers quicker still, and its lighter weight is undeniable.
Oh how things could be different if the Megelli had better suspension. Rigidity aside, its geometry is dialed. On smooth pavement it falls neutrally into line, and its ergos make it feel like it was all meant to be. With true clip-ons and rearset pegs, its fit is not for the uncommitted, but the upside is rider positioning purely functional for sportriding.


Note the bent elbows on the right. Higher handlebars are comfy, but you can still move around or crouch for aerodynamics and weight distribution during sportriding.

The Kawasaki is a true sportbike too. It’s true that its handlebars are a few inches higher, and its neutral pegs aren’t as hardcore, but rider positioning is sufficient to maintain control during spirited riding. Bend your arms a little to assume a tucked or purposeful posture, and the upside here is rest of the time, your back and wrists will thank you.

Under a mix of free-revving backroad and highway use, the Ninja got 50 mpg, and the Bennche delivered 42 mpg. Fuel capacity for the Megelli is 3.0 gallons vs. 4.8 gallons for the Ninja, making it a much longer-legged machine.


It is therefore certain more riders will find the Ninja all-around friendlier. Further, its larger instruments are easier to see, include a fuel gauge, and function well – although the tach does read 1,500 rpm too high at redline.
Both bikes come with serviceable tires sized at 110/70-17 front, and 130/70-17 rear. The IRC RX-01s spec’d as front and rear-specific versions on our Ninja are known to strike a balance between acceptable traction and durability, and true enough they never let us down. The Cheng Shin Magsports on the Megelli initially made us think twice. We’d never ridden them before, but they proved grippy enough. We didn’t do enough miles to test their durability however, and another issue prevented fully testing them in some corners.
This issue is that the Megelli only corners to the right – effectively speaking, anyway. You see, its low-hanging kickstand limits clearance to maybe half the lean angle on the left side compared to what is possible on the right.
This alone kills it for us as a sportbike. It would have to be removed or repaired before full exploration is possible. As delivered, it is a safety risk to anyone wanting to play racer, and nearly caused veteran testers to lever the rear wheel off the ground and crash. We soon lost the confidence to dive into the left, opting instead to scrub off speed and lose momentum.
Fortunately, its brakes do work. The Megelli’s lever feel is solid, but its binders’ whoa-power is only adequate. As you might guess, the Ninja has none of these issues. Its brakes work well, and provide enough feedback and control. They too could be made better via the aftermarket, of course, but it’s not imperative.


Both bikes utilize single front discs. The Megelli’s was warped from the factory, which skewed impressions. Pads seemed to bed in after a while, but the stopping power was weak.

Conclusion
We give credit to Bennche for a decent first try. Everyone who sees it says its looks are fantastic. It has a competitive power-to-weight ratio, and assuming the powertrain and other components prove durable – and its shortcomings are remedied – it has real potential to shake things up in the entry-level sportbike segment.
“Based on your opinion, we are making improvements to the Megelli,” says Bennche’s Johnny Tai. Improved sidestand clearance is in the works, and a new fuel-injection system should solve the Megelli’s inconsistent throttle response. We’re anxious to see the progress this hungry little company makes as it refines a solid platform
With huge manufacturing capability and low costs as they are in China, and considering the high value of the Japanese Yen, it is conceivable that established powersports manufacturers may one day see a serious threat.



It cuts a striking pose as a small repli-racer, but that kickstand dragging has to be fixed. (Note packing tape holding together cracked lower fairing.

But at this juncture, although the Ninja weighs like a Sumo wrestler next to the lithe Megelli, it utterly had its way in most meaningful performance parameters – acceleration, cornering and braking. Likewise, its build quality is better, its dealer support is established, and its reliability is known.

We’re big fans of this motorcycle class, and believe new riders would benefit from learning on bikes like these for a couple of years or longer and would love to see more choices. So while we commend Kawasaki for being the only Japanese OEM with a bike in this class, we’re gratified it’s being challenged for the sake of the greater good of motorcycling. On this note, we regret that a Hyosung GT250R wasn’t available to round out a trio. Its torquey and fuel-injected V-Twin would have made things less easy for Kawasaki, as it did in our 250cc Shootout from 2009.



Our unanimous choice for #1.

The Bennche Megelli 250R retails for $3,399. Kawasaki asks $3,999 for its Ninja 250R in most colors, and the functionally-identical model with Special Edition graphics we tested is $4,299.
The Megelli’s European styling is very appealing, and its reasonable price could make it an excellent foundation for a project bike. But until its shortcomings are resolved, our money would be invested in the Ninja.

Last edited by super63; 09-06-2010 at 16:09:57.

Test Drive New Kia Pride Sedan M/T, Sensasi Sedan Ekonomis

OTOMOTIFNET - Bagi sebagian besar otomania,  punya sedan baru bagai mimpi. Selain harganya  muahal dengan banderol minimal Rp 200 jutaan, magnet MPV atau varian lain juga bikin  pasar sedan mengkerut.  Lihat saja data market share penjualan sedan setiap tahun yang enggak lebih dari 2%.

Padahal sedan itu adalah real passenger car alias enggak bukan angkut barang. Emmm bagimana jika ada sedan yang harganya cuma Rp 152, 5 juta(OTR). Nih coba lihat  New Kia Pride sedan!

Melihat bentuk luar New Kia Pride ini jelas terlihat kalau pabrikan tersebut berusaha ‘menggoda' masyarakat dengan tampilan yang sporti. Lihat saja air dam yang cukup di tengah-tengah bumper, ditutup oleh plastik dengan motif sarang tawon. Tidak seragamnya garis atas dengan bawah air dam justru mempertegas sportinya New Kia Pride.

Tak hanya bumper saja yang membuat tampilan gagah dari depan. Tengoklah lampu utamanya. Jika kebanyakan mobil reflector lampu bernuansa cermin, namun di mobil ini justru diberi warna hitam. Yup, benar pendapat Anda. Mobil jadi lebih sangar.

Lubang angin di bemper depan cukup besar

Pengaturan spion secara manual

Menarik dengan hanya dua warna (lampu belakang)
Bergeser ke samping, ternyata tak ada yang istimewa di mobil ini. Namun, jangan salah sangka, bagian terpanas justru ada di buritan. Bukan karena lokasi knalpot di belakang, namun lebih pada bentuk pantatnya.

Lihat dulu secara keseluruhan, betapa seksinya bagian bokong dengan kehadiran lampu yang didominasi warna merah serta sedikit warna putih. Ditambah bentuk lampu yang menarik semakin membuat buritan enak dipandang. Dimensi bagasi yang tak besar mengesankan kalau mobil ini cukup compact.  Meski kecil tapi daya muat bagasi cukup besar.

Setelah melihat keseluruhan, temukan detilnya. Tengok bagian bawah bemper belakang. Terdapat mini diffuser yang mempertegas kesan sporti dan pengguna mobil ini selayaknya memiliki jiwa muda.

Setelah puas ‘menyisir' eksterior, gantian interior. Sayang, nuansa yang dihadirkan kalah seksi dibanding luar. Meski kaca spion luar tetap bisa diatur dari dalam, namun masih manual. Belum ada sistem elektrikal di komponen pengintip bagian belakang tersebut. Demikian juga dengan power window, hanya bagian depan yang sudah sistem elektrik.

Puas mencermati bagian luar dan dalam saatnya mencoba mobil untuk mengetahui kondisi mobil sebenarnya. Jalur Jakarta-Tasikmalaya menjadi ajang ujicoba mobil. Kawasan tol Cikampek dan Cipularang menjadi tempat pas untuk mengetahui performa mesin. Tenaga mesin 1.400 cc menggila baru terasa pada raungan mesin di atas 2.500 rpm.

Lepas tol, menyusuri kawasan Nagrek dan jalan berliku Malangbong, Jabar membuktikan keandalan bagian suspensi dan handling. Suspensi pada mobil yang hanya tersedia manual ini cukup sporti, sama seperti tampang. Dampaknya mobil lebih stabil melahap tikungan-tikungan serta manuver ekstrem. Demikian juga dengan handling. Cukup responsif dan presisi.

Tapi, tentu paling menarik menyimak konsumsi bahan bakarnya. Trayek Jakarta-Tasikmalaya, New Kia Pride memiliki konsumsi bahan bakar 1 liter untuk 13,9 kilometer. Sedang konsumsi berputar-putar dalam kota mencetak 1 liter untuk 12 kilometer.
Hasil Tes
Akselerasi
0-100 km/jam 13,5 detik
40-80 km/jam 5,7 detik
0-402 m 19,2 detik
konsumsi bahan bakar (liter/km)
dalam kota 1/12
Konstan 100 km/jam 1/16,7
Luar kota 1/13,9
Penulis/Foto: Tim Otomotif / Reza

Komparasi Yamaha Scorpio Z Vs New Scorpio Z

Komparasi Yamaha Scorpio Z Vs New Scorpio Z



OTOMOTIFNET - Yamaha New Scorpio Z telah diluncurkan pada 21 September 2010, bertempat di kawasan Ancol, Jakut. Secara penampilan memang berubah total, menjadi lebih agresif dan sporti. Cita rasa yang disajikan meniru Yamaha MT-01 dan FZ-8. Selain bodi, tentu banyak perbedaan lain yang membuatnya jauh lebh menarik dibanding Scorpio Z. Nah biar tahu perbedaannya, yuk kita bahas lebih detail.

Pertama bicara dimensi, New Scorpio Z yang punya kode 54D jadi lebih panjang dan lebih berat dibanding Scorpio Z yang berkode 5BP. Tapi lebar keseluruhan jadi lebih ramping. Sedang sumbu roda, tinggi jok dan jarak terendah dengan tanah masih sama. Untuk jelasnya silakan amati tabel.

Selanjutnya perhatikan tangki bensin. Bentuk memang berubah total, lebih menggembung dan dilengkapi air scoop serta tutup tangki sporti. Sehingga terlihat lebih gagah. Namun daya tampung menyusut menjadi 13 liter, sedang pada 5BP sampai 13,5 liter.

Nah, pandangan mata pindah ke spidometer. Kendati kelengkapannya sama saja, namun tampilan berubah total jadi mirip tiga lingkaran berjajar. Paling jelas dimensi jadi membesar, sehingga lebih mudah dibaca. Lanjut pada setang. Kali ini milik 54D dibikin lebih pendek. Sehingga posisi berkendara sedikit lebih merunduk.

Tampilan knalpot dan bodi lebih kalem

Knalpot dan bodi lebih besar, tampak agresig
Nah di depannya terpasang lampu model baru yang dijuluki FZ-8 style. Yang jika diperhatikan bentuknya agak aneh. Dalamnya pakai multireflektor dan bohlam halogen jenis HS-1. Karakternya istimewa di posisi high beam, terang dan jauh.

Nah pasangannya lampu belakang dengan dimensi lebar, berisikan lampu bertampilan LED. Sayang dimensinya terlihat agak berlebihan. Untung sinarnya terang namun tak terlalu menyilaukan. Kombinasinya dengan sein yang bentuknya sama persis dengan milik V-Ixion.

Bagian bawahnya bersarang sepatbor yang lebih pendek namun lebar. “Sehingga jarak antara ban dan bodi jadi terlihat lebih jauh,” terang M. Abidin, Manager Technical Department-Service Division PT YMKI. Banyak yang mengira karena ada perubahan di sektor suspensi belakang, padahal sama sekali tak ada. Sedang sepatbor depan diberi lekukan baru agar lebih futuristik.

Sedikit geser ke tengah, bodi samping kini dibikin terpisah jadi dua. Desain lebih agresif terlihat dari lekukan tajamnya. Dan juga memudahkan mekanik saat pembongkaran. Sedang Scorpio Z menjadi satu bagian serta tak banyak lekukan.

Setang Scorpio lebih tinggi, posisi duduk santai


Setang New Scorpio Z lebih pendek, riding style merunduk
Nah joknya pun ada perubahan, terutama pada bagian pembonceng. Pada New Scorpio Z dibikin lebih tinggi 4 cm, sehingga pembonceng posisinya lebih nyaman dan tetap bisa ikut memperhatikan kondisi depan.

Rangka? “Sama sekali tak ada perbedaan dibanding Scorpio Z,” lanjut Abidin. Begitu pula mesin, spesifikasi tak berubah, namun tenaga dan torsi jadi lebih rendah. Scorpio Z 19 dk/8.000 rpm dan 18,23 Nm/6.500 rpm, sedang New Scorpio Z 18,2 dk/8.000 rpm, 17,5 Nm/6.500 rpm.

Pada bagian pembangkit tenaga yang beda hanya karburator yang kini menggunakan kabel gas tipe pull-pull. Bertujuan agar saat akselerasi maupun deselerasi lebih smooth. Selama ini Scorpio memang terkenal entakannya dasyat! Selesai? Belum, knalpot pun kini punya tampilan lebih fresh, dengan adanya cover yang membuatnya tampil lebih gagah dan agresif. “Juga desain peredamannya pun ada ubahan,” tutup Abidi.
Tabel dimensi :
ITEM 5BP 54D
Panjang Total 2.020 mm 2.025 mm
Lebar Total 770 mm 750 mm
Tinggi Total 1.090 mm 1.095 mm
Tinggi Tempat Duduk 770 mm 770 mm
Jarak Sumbu Roda 1.295 mm 1.295 mm
Jarak Terendah Ke Tanah 165 mm 165 mm
Berat Total 136 kg 141 kg
Penulis/Foto: Aant / Salim